Liar, Apologis, Kambing Hitam dan Psikologi Prataubat

Suatu saat, seorang prajurit Iblis dari satuan penggoda-pembisik-penghasut yang berpangkat kopral, mohon izin kepada komandan regu untuk menghadap Komandan Batalyon. Kata kawan-kawannya, si Iblis ini mau curhat, karena dia lagi galau berat.

Permohonan ini, tentu, mengagetkan atasannya langsung, komandan di Satuan Regu. Walau kaget, Komandan Regu dengan sadar berat resiko, merestui permohonan anggotanya, karena model curhat ini akan menerobos garis komando dalam satuan pasukan Iblis.

Baca juga: Tauhid untuk Keadilan dan Kesetaraan

Model curhat seperti ini, dalam garis komando struktural Iblis, sangat merusak sistem komunikasi hirarki kerajaan Iblis. Menurut tatalaksana garis komunikasi dunia Iblis, anggota Regu seharusnya hanya boleh curhat ke komandannya; dan komandan Regu curhat ke komandan Pleton; komandan Pleton curhat ke komandan Kompi; dan komandan Kompi melaporkan curhatan bawahannya ke komandan Bataliyon.

Uniknya, si prajurit Iblis ini tidak mau membocorkan isi curhatan, walau cuma clue-nya (kunci rahasia). Katanya sih, itu rahasia banget; rahasia supra ‘arasy tertinggi dari lapisan ideologi negara Iblis. Walau agak jengkel, teman-teman si prajurit Iblis ini, sedikit bisa legowo menerima narasi retorik sang prajurit yang mau curhat.

Keanehan alur curhat ini terus viral di jejaring media sosial Iblis. Kenapa viral? Karena rumor ini menjadi perhatian Iblis lain dan kompatriotnya (jin kafir) yang kepo, terutama prajurit yang bertugas menjadi anggota intel, divisi agen spionase iblis dan jin yang suka membuat laporan mata-mata ke satuan operasional mitigasi, terutama pasukan elit rekayasa kasus, konspirasi dan makar.

Akhirnya, komandan Regu minta izin ke komandan Pleton dan Kompi untuk mengantarkan anggotanya menghadap komandan Bataliyon. Setelah berbasa-basi, kulu nuwun dengan sang diraja pasukan Iblis, si prajurit Iblis mengungkapkan curhatannya yang sangat singkat tetapi padat.

“Lapor komandan!” kata si prajurit, sambil berdiri di depan komandan Bataliyon.

“Ya, laporan diterima” kata komandan Bataliyon. “Ada apa? sepertinya ada hal yang penting mau dilaporkan” terusnya.

“Siap, betul komandan; saya mau pensiun dini dari tugas ideologis menggoda manusia” celetuk si prajurit iblis dari satuan Regu penggoda-pembisik-penghasut.

“Lho, bukankah titah SK seumur hidupmu mewajibkanmu menggoda dan menyesatkan manusia dari garis hidayat Allah?” kata sang komandan Bataliyon.

“Siap! Betul, komandan!” sahut si prajurit yang galau ini. “Lalu kenapa kamu usul mau pensiun dini? Lalu siapa lagi yang akan mengemban tugas ideologis Iblis untuk misi pembusukan dan pembelokan garis hidayah ini kepada manusia?” lanjut komandan.

Baca Juga  Saatnya Mendengar Banjir Berkhotbah

“Siap! Masalahnya begini komandan. Sekarang, saya justru takut tergoda sama manusia, karena banyak dari mereka justru lebih iblis, lebih nakal-buruk dibandingkan kita” celuteh si prajurit.

“Kok bisa begitu?” tanya komandan dengan nada keheranan.

“Siap! Begini komandan, kalau leluhur kita, pini sepuh Iblis, hanya membangkang perintah Allah untuk sujud ke nabi Adam. Selain itu, kita sangat menyadari dan mengakui dosa primordial dan konsekuensi pembangkangan teologis terhadap titah ilahiah ini; menerima sanksi terusir dari surga, dan siap dengan siksa neraka.”

“Komandan! Pini sepuh Iblis kita sangat gentle membangun ideologi gerakan perusak akidah manusia. Di sini, sesuai dengan akad perjanjian primordial elit kita dengan Allah, saat nanti disiksa di akhirat, umat kita, Iblis, siap mempertanggungjawabkan segala resiko pembangkangannya secara konsekuen. Elit pini sepuh Iblis tidak akan mencari dan tidak akan menjadikan makhluk lain sebagai kambing hitam untuk tumbal kekafiran-kenakalannya”.

“Sebaliknya, di dunia manusia, banyak di antara mereka, selain membangkang, justru memilih kekafiran, agoransi (takabbur), dan kemunafikan. Uniknya, mereka begitu licik, tidak gentle, dan tidak konsekuen mengakui kenakalan-kekafirannya saat diadili di akhirat. Mereka sering mencari kambing hitam, dengan menyeret kita, bahkan saudara dekatnya, seiman, untuk berapologi, membela diri di hadapan Allah, bahkan meminta kita untuk dihukum lebih berat (QS al-A’raf : 38). Manusia memang sering licik untuk mengelak, cuci tangan dari konsekuensi kenakalan-dosanya. Di antara manusia ada yang fasik (cacat sosial), dzolim (cacat moral), kafir (cacat teologis), bahkan munafiq (cacat teo-ideologis-psikologis) yang berjiwa penuh hipokrit, penuh kepura-puraan. Padahal, anggota pasukan Iblis tidak ada yang munafiq; semua Iblis tegas dalam akad primordial yang vulgar saat membangkang perintah Allah. Manusia seperti ini LEBIH iblis dibandingkan titah jalan hidup kita sejak awal di depan Allah. Makanya, komandan, saya takut tergoda oleh manusia nakal-jahat, terperosok dalam dosa teo-ideologis yang lebih menghukum kita di akhirat nanti”. Demikian si prajurit menutup curhatannya.

Komandan Bataliyon Iblis hanya terpaku kaget mendengar curhatan si kopral yang usul mau pensiun dini dari tugas menggoda dan menyesatkan manusia dari garis dan spektrum hidayah, jalan lurus agama.

Baca Juga  Anak Pelayan Belajar Melayani

Sahabatku yang baik hati. Sehari lagi, besok, Selasa, akan datang tamu agung, Ramadan, bulan suci yang penuh ampunan-kasih sayang Allah, penuh bonus pahala, dan penuh berkah. Dalam sebuah hadits, baginda Nabi Muhammad saw bersabda “Ketika Ramadan tiba, para setan (diraja Iblis) dibelenggu (dengan jerat ikatan kesucian hati manusia), pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim). Kalau setan sudah dibelenggu, lalu apalagi apologi kita untuk membenarkan, mencari kambing hitam untuk tumbal kenakalan dan dosa kita di bulan Ramadan ini, terutama?

Kata pakar psikologi agama, apologi adalah pseudo jiwa yang ambivalen, enggan mengakui kesalahannya. Dalam bingkai ini, apologi akan menghapus entitas psikologi pra taubat, yaitu psikologi kesadaran dan pengakuan terhadap kesalahan-dosa yang membersitkan secercah cahaya iman untuk menyesali dan mengakui kesalahan-dosa.

Baca juga: Matinya Imajinasi dalam Beragama

Bulan puasa adalah momentum ibadah, maghfirah (ampunan), rahmah (kasih-sayang-empati), dan berkah (multiplikasi hasil kebaikan-pahala), bulan banyak kegiatan ibadah yang berbonus pahala.

Sahabatku yang dimuliakan Allah! Kalau Iblis sudah dibelenggu, gerbang surga sudah dibuka, dan pintu sempit neraka sudah ditutup, akankah kita masih mengambing hitamkan Iblis untuk tumbal dosa-kesalahan kita di bulan Ramadan? akankah kita masih tersesat, kleleran di depan gerbang lebar surga yang terus merindukan kedatangan kita? atau akankah kita masih keukeuh menerobos pintu sempit neraka?

Sahabatku! Hidup untuk menjadi baik (jalan taqwa) dan menjadi buruk (nakal-jahat-pendosa atau jalan fujur) adalah pilihan (QS. al-Syams : 8). Allah membebaskan kita untuk memilih jalan kebaikan (taqwa) atau jalan keburukan (fujur). Dalam moralitas kebebasan, tertanam tanggungjawab terhadap akibat dosa dari efek pilihan.

Sahabat beriman! Pilihan yang tepat akan menyelamatkan kita dari godaan Iblis-Syetan. Ia akan mengantarkan kita ke pintu surga, dan mengamankan kita tersesat di rimba dosa-neraka.

Selamat menyambut bulan Puasa, Marhaban ya Ramadan, tamu Agung yang penuh ampunan, rahmah dan berkah. Sahabat! jangan kecewakan Tamu Agung, Ramadan tahun ini.

Pamulang, Akhir Sya’ban 1442 H.

Ilustrasi: daaruttauhid.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *