Future Religion in Group of Twenty (G20): Relevansi Tema AICIS 2022 Bagi Studi Hukum Keluarga Islam

Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) tahun 2022 ini sudah memasuki kali ke-21, istimewanya akan dilaksanakan di dua pulau yaitu Lombok dan Bali.

Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram akan menjadi host-university di Lombok,  pada tanggal 18-20 Oktober 2022 sedangkan  perhelatan di Bali pada tanggal 1-4 November 2022 akan digawangi oleh Universitas Hindu Negeri (UHN) Denpasar.

AICIS 2022 dan Masa Depan Agama

Tema AICIS kali ini adalah “Future Religion in G20” yang mengusung  tiga topik utama yaitu transformasi digital, manajemen pengetahuan, dan resiliensi sosial.

Baca juga: Memimpikan “Mazhab” Baru Studi Islam 

Sebagaimana yang dijelaskan pada flyer AICIS  2022 bahwa tema tersebut dijadikan fokus untuk merespon perkembangan pemikiran terkait eksistensi dan fungsi agama di dunia global saat ini.

Agama atau lebih khususnya spiritualitas di satu sisi adalah kesadaran pribadi yang sepanjang sejarah sangat beragam. Di sisi lain agama memiliki nilai universal yang mengarahkan manusia pada aspek spiritualitas yang mereka yakini.

Di masa kemajuan digital dan pasca pandemi COVID-19  yang melanda seluruh dunia ini, fungsi agama sebagai perekat keberagaman dan penyubur nilai-nilai kemanusiaan terus mengalami tantangan. Hal ini perlu terus dikaji secara multidisipliner untuk memberikan rekomendasi yang tepat bagi masa depan agama yang lebih baik.

Studi Hukum Keluarga Islam sebagai salah satu disiplin ilmu dalam pengkajian agama juga akan menjadi topik yang didiskusikan.  

AICIS 2022 dan KTT G20

AICIS 2022 ini sendiri merupakan salah satu side events dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 (19 negara dan satu kawasan ekonomi, Uni Eropa) yang akan dilaksanakan di Nusa Dua Bali tanggal 23-24 Oktober 2022.  

Indonesia adalah salah satu negara yang tergabung dalam G20 ini, sejak pembentukannya pada tahun 1999 dan untuk pertama kalinya tahun 2022 ini ditunjuk menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi.

G20 adalah wadah bagi negara maju dan berkembang yang dibentuk untuk mendiskusikan berbagai masalah strategis terkait perekonomian dunia.

Momen KTT G20 yang yang berurutan dengan AICIS ini mengirimkan pesan tersendiri kepada dunia bahwa Indonesia dan Islam di Indonesia adalah salah satu unsur penting, bahkan utama, di dalam pembentukan peradaban dunia.

Sebagai negara mayoritas muslim dan terbesar di dunia, Indonesia lewat Islamnya, diharuskan berperan penuh dan secara signifikan untuk mewujudkan masa depan agama yang lebih humanis dan mampu menjawab tantangan ke depan.

Baca juga: IAIN (di) Bima: Pendefinisian tentang Masyarakat dan Komitmen Keilmuan

Fungsi agama yang sedemikian penting pada level makro didasarkan pada bagaimana memastikan fungsi agama dipahami dan terimplementasikan pada level keluarga.

Keluarga sebagai unit sosial yang terkecil dan pusat pembentukan peradaban adalah starting point bagi terwujudnya agama sebagai penentu masa depan peradaban dunia.

Baca Juga  Membincang Tradisi "Belis" di Manggarai

Tema AICIS 2022 dan Relevansinya dengan Studi Hukum Keluarga Islam

Tema masa depan agama yang diusung pastinya sekaligus juga akan membahas masa depan keluarga muslim dan hukum keluarga Islam. Mengapa? Di dalam pandangan Islam, keluarga adalah unit terpenting yang menentukan bagaimana agama bisa menemukan ruang implementasinya secara kaffah.

Hukum yang mengatur keluarga pun sangat detail, diatur di dalam sumber hukum Islam baik al-Qur’an maupun hadis. Paling tidak ada 70 ayat al-Qur’an yang rinci mengatur urusan perkawinan, perceraian, hibah, wasiyat, dan waqaf serta yang terhubung dengan topik-topik tersebut. Jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan hukum lainnya, misalnya hukum pidana atau ekonomi Islam.

Dalam perkembangannya, hukum keluarga menjadi satu-satunya hukum Islam yang terus dipraktikkan, walaupun mengalami pengaruh dari sistem hukum lain, bahkan setelah Islam berkembang luas dan  dikenalnya bentuk nation-state pascakolonialisme. Sampai saat ini, Hukum Keluarga Islam secara konsisten menjadi pedoman bagi umat muslim yang ditegakkan melalui lembaga peradilan agama di masing-masing negara Islam, termasuk di Indonesia.

Masuk dalam kategori negara Islam adalah negara yang secara formal berdasarkan Islam maupun negara yang berpenduduk mayoritas Islam tanpa menyebutkan agama sebagai dasar negara seperti halnya Indonesia.

Hukum Keluarga adalah tempat berkontestasinya modernitas dan tradisionalitas. Di satu sisi hukum keluarga menjadi muara untuk mengatur keluarga di hadapan disrupsi sosial sebagai konsekuensi dari berbagai fenomena yang terjadi.

Di sisi lain, keluarga juga diharapkan untuk menjadi benteng terakhir dari kebertahanan nilai, norma, dan praktik yang secara tradisi maupun kepercayaan lama terus dipegang. Pertemuan kedua hal yang tidak terhindarkan ini menjadikan berbagai isu dalam kehidupan keluarga menjadi rumit.

Namun, hukum keluarga harus terus memainkan peranan untuk memperkuat insitusi keluarga muslim di hadapan perubahan sosial yang terus melaju.

Problem kontestasi inilah yang menjadi titik di mana tiga topik utama (digital transformation, knowledge management, and social resiliency) yang diusung oleh AICIS ke-21 kali ini sangat relevan dengan Studi Hukum Keluarga Islam.

Berbagai dampak yang dimunculkan oleh adanya transformasi digital mengharuskan cara pandang baru yang melibatkan manajemen pengetahuan yang lebih menyodorkan solusi sehingga ketahanan keluarga sebagai unsur utama dari ketahanan sosial dapat diwujudkan.

Transformasi digital yang berkembang sedemikian rupa sejak revolusi industri 4.0 ini diluncurkan sejak 2016, terus-menggerus privacy kehidupan keluarga sedemikian rupa. Jarak antara publik dan private lambat laun memudar dan berbagai isu di dalam keluarga tidak lagi menjadi urusan internal.

Baca juga: Bercadar: Agensi, Literasi, dan Narasi Kebangsaan

Selain itu, pandemi Covid -19 yang melanda dunia juga ikut memberikan sumbangsih yang tidak remeh terkait dengan transformasi kehidupan keluarga. 

Baca Juga  Hakikat Peran Ushul Fiqh dan Qawaid al-Fiqh

Selain pengaruh di atas, digitalisasi dan pandemi membawa pengaruh positif juga tentunya. Dengan semakin canggihnya teknologi, layanan terhadap urusan hukum keluarga tidak lagi semata-mata terjadi  secara offline sebagaimana dulu.

Sekarang pencatatan pernikahan di KUA maupun urusan perceraian di Pengadilan Agama bisa dilayani secara online. Hal ini mempermudah akses masyarakat untuk urusan-urusan mereka. 

Teknologi juga menyodorkan banyak hal yang rumit bagi kehidupan keluarga. Menjadi orang tua dewasa ini semakin kompleks dengan munculnya banyak bentuk ancaman siber (cyber threat) terhadap relasi suami-istri maupun  masa depan anak.

Juga, definisi keluarga yang semula adalah sekumpulan orang yang hidup bersama yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak mengalami pergeseran. Sudah semakin banyak keluarga yang hidup berjarak karena tuntutan kebutuhan, ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan.

Beberapa hal yang muncul tersebut harus direspon dengan manajemen pengetahuan terkait dengan hukum keluarga secara memadai. Studi Hukum Keluarga Islam harus terus dikembangkan dengan berdasarkan pada penelitian-penelitian ilmiah yang terus mengkaji dan menemukan solusi bagi berbagai isu yang dihadapi.

Metodologi pengkajian yang terbarukan dan disesuaikan dengan tuntutan harus terus menjadi bagian dari inovasi para ilmuwan pengkaji hukum keluarga agar permasalahan hukum keluarga bisa terus didalami dan diungkap secara mendalam. 

Manajemen pengetahuan yang terus terbarukan tersebut tidak lain adalah untuk konsisten menjadikan keluarga sebagai garda terdepan mewujudkan ketahanan sosial.

Kehidupan keluarga begitu kompleks walaupun banyak orang yang menilai bahwa keluarga hanya terbatas pada ruang fisik rumah yang didiami sedemikian sempitnya, dibandingkan dengan hiruk pikuk yang terjadi di ruang publik.

Hanya saja perlu diingat, sebagai institusi sosial, ruang keluarga secara non-fisik tidak sesempit itu dan kehidupan keluarga tidak berdiri sendiri. Ruang domestik seperti keluarga terus berpengaruh dan mempengaruhi berbagai isu maupun kemajuan yang terjadi di ruang publik. Sehingga sungguh sangat pasti bisa dikatakan bahwa resiliensi sosial dapat terwujud jika resiliensi keluarga terus diupayakan.

Kita berharap Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS)  ke- 21 tahun 2022 sebagai ajang bergengsi yang akan mengetengahkan berbagai hasil kajian pala ilmuwan muslim dari berbagai negara ini bisa merekomendasikan cara pandang, wawasan, dan metode baru sebagai alternatif di dalam mengkaji lebih lanjut disiplin ilmu Hukum Keluarga Islam.[]

Ilustrasi: kemenag.go.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *