Mewujudkan Mimpi dengan Kejujuran

MENGAWALI kehidupan di awal tahun, sangat baik bila kita memulainya dengan konsep kejujuran; jujur dalam membuat rencana, jujur dalam bersikap, jujur dalam bekerja, jujur dalam berperilaku, jujur dalam beramal, jujur dalam berbicara, serta jujur dalam statement dan paradigma.

Apa yang akan menjadi capaian-capaian kita secara prioritas hendaknya betul-betul kita rencanakan dengan jujur, kita susun langkah-langkah capaian strategis dengan jujur, dan kita wujudkan dalam aksi nyata dengan jujur pula.

Apa yang kita ikhtiarkan dengan jujur, yakinlah tidak terlalu lelah untuk memperjuangkannya, sebaliknya sesuatu yang diikhtiarkan dengan ketidakjujuran, maka perjuangan untuk mencapainya sungguh akan sangat melelahkan.

Sebagai bentuk komitmen diri atas obsesi dan ikhtiar untuk kehidupan yang lebih baik, lebih nyaman, lebih tenang, dan lebih damai  dari tahun-tahun sebelumnya, maka salah satu yang diperbaiki adalah bagaimana agar hidup yang kita jalani dilandasi dengan sifat jujur. Dan sifat jujur harus menjadi bagian yang melekat pada semua aktivitas yang kita jalani, karena pada dasarnya ia merupakan sumber segala kebaikan.

Baca juga: Pergantian Tahun: Momen Menemukan Titik Sadar

Mengapa harus jujur? Jujur adalah suatu sikap yang lurus antara apa yang tersirat di hati dan yang tersurat dalam aksi nyata. Jujur juga dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak curang dalam melakukan sesuatu—sesuai dengan aturan dan tidak bertentangan dengan moral.

Kejujuran juga menjadi suatu ajaran yang amat mendasar atau fundamental, hingga dalam sebuah riwayat, tatkala seseorang menanyakan kepada Nabi tentang amalan atau perbuatan sederhana yang tatkala dilaksanakan akan menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat, ternyata dijawab oleh Nabi saw adalah jangan berbohong atau jadilah orang yang bisa dipercaya. Jawaban itu terdengar mudah dan ringan, yaitu hanya sekedar dapat dipercaya, tetapi di dalam praktik ternyata amatlah sulit dilaksanakan.

Baca Juga  Puasa sebagai Ibadah Kompetitif

Ketahuilah bahwa orang yang tidak memiliki sifat jujur, sama artinya dia belum atau tidak pernah melakukan aktivitas apa-apa selama hidupnya, karena apa yang dia lakukan hanya untuk menutupi ketidakjujurannya.

Pekerjaan yang dia lakukan, perilaku yang dia perlihatkan, pembicaraan yang dia sampaikan, termasuk amal yang dia praktikkan dalam bentuk apa saja, dalam wadah apa saja, dalam nuansa apa saja, dan dalam situasi yang bagaimanapun, tidak ada nilainya, karena apa yang dia lakukan semuanya kamuflase.

Demikian pula pandangan atau paradigma yang lahir dari sifat yang tidak jujur, akan terdengar aneh di telinga, hambar di dalam rasa, dan bisa mengundang reaksi yang tak pantas dari orang-orang.

Ketahuilah bahwa orang yang memiliki perilaku dan sifat tidak jujur, di samping membohongi siapa saja yang berhadapan dengannya, juga membohongi dirinya sendiri, karena apa yang dia katakan, dia lakukan, dan dia perlihatkan adalah tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, tidak sesuai dengan kata hatinya, dan semua yang dia lakukan seakan-akan benar.

Banyak fenomena tak wajar terjadi di tengah masyarakat sebagai akibat dari ketidakjujuran pelakunya, seperti terganggunya sikap dan situasi sosial di beberapa tempat, terjadinya korupsi di ruang-ruang birokasi, terjadinya ketidakadilan di ranah publik, terjadinya kecurangan di lapak-lapak transaksi, terjadinya adu domba di ruang komunikasi, dan terjadinya saling fitnah di laman-laman kehormatan.   

Fenomena hidup yang sering kita dengar lewat berita, kita tonton di layar telivisi, dan kita ketahui lewat dunia maya, bahwa tidak sedikit orang-orang besar yang memiliki pengaruh sosial cukup tinggi, pada akhirnya terjerat dalam perilaku korupsi, hingga mencemarkan nama baik diri dan keluarganya.

Baca juga: Jujur terhadap Diri Sendiri

Ada juga fenomena tak wajar lainnya di mana para birokrat yang terhormat dan berpengetahuan saling fitnah, mengadu domba, dan bersikap tidak adil di ruang interaksi kemanusiaan.

Baca Juga  Waktu Kita Belum Selesai

Kondisi itu bukan disebabkan oleh kebodohan, ketidaktahuan, pendidikan rendah, dan bukan pula disebabkan oleh karena mereka miskin (baik harta maupun ilmu pengetahuan), namun dia melakukan tindakan tak wajar itu karena tidak memiliki sikap jujur di dalam dirinya.

Sungguh betapa besar akibat dari ketidakjujuran itu di dalam kehidupan bermasyarakat, hingga seorang arif mengatakan bahwa, komunitas dan bahkan suatu bangsa tidak akan hancur hanya oleh karena persoalan politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan yang tidak berkualitas, melainkan oleh karena kebohongan-kebohongan yang selalu dilakukan. Dengan adanya kebohongan itu, maka orang menjadi saling curiga, tidak percaya satu dengan yang lain, terjadi kekecewaan, kemarahan, putusnya hubungan tali silaturahim, dan seterusnya.

Sebagai catatan akhir, penting bagi kita untuk memulai kehidupan kita, khususnya di awal tahun baru (2023) ini untuk berkomitmen menjadikan kejujuran menjadi landasan dalam seluruh aktivitas kita, mejadi landasan dalam bekerja, landasan dalam berpikir, landasan dalam ber-statement, dan landasan dalam memberikan paradigma.

Kita harus takut dengan ancaman Tuhan di dalam firman-Nya di surah an Nahl ayat 105, “Innamā yaftaril-każiballażīna lā yu`minna bi`āyātillāh, wa ulā`ika humul-kāżibn”. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Tuhan, dan mereka itulah orang-orang pendusta.[]

2 komentar untuk “Mewujudkan Mimpi dengan Kejujuran”

  1. Teringat hadits Radulullah
    Alaikum bissidqi fainnassidqa yahdi ilal birri
    Wainnal birra tahdi ilal jannah….
    Jujur pembuka pintu surga
    In sy Allah Aamiin

  2. Segala puji hanya milik Allah yang dengan kesempurnaannya semua menjadi sempurna….
    Terimakasih ayahanda, semoga terus mengalir keberkahan ilmu melalui untaian2 kalimat penuh hikmah ini aamiin 🤲
    Semoga indah harimu ayahanda…sehat n berkah selalu,,🤲🙏🙏🙏

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *