Orang Tua dan Kewajiban-Kewajibannya

SETIAP pasangan suami istri, pasti mendambakan kelahiran seorang anak. Mereka pasti akan menyambut kelahiran anak, terutama anak pertama dengan suka cita, bukankah anak pertama selalu menjadi dambaan? Bukankah anak pertama selalu menjadi tumpuan semua harapan? Bagi pengantin baru, adakah sesuatu yang lebih membahagiakan selain kehamilan istri dan kehadiran anak? Oleh karena itu, mereka pasti sangat berbahagia ketika dikaruniai seorang bayi yang telah ditunggu-tunggu kelahirannya sejak mereka melangsungkan akad nikah.

Begitulah kira kira pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak setiap pasangan suami istri yang baru melangsungkan pernikahan. Kenapa? Karena hal itu merupakan ciri bahwa mereka adalah orang-orang normal yang dapat melahirkan keturunan, yang akan meneruskan silsilah keturunannya. Dapat dibayangkan betapa “menderitanya” pasangan suami istri yang setelah menikah bertahun-tahun, tidak dikaruniai anak.

Mereka tentu dihantui ketakutan akan kemungkinan mandul dan tidak mampu memberikan keturunan, sehingga terputuslah silsilah keturunan mereka. Mereka akan merasa kesepian selama hidupnya, tatkala di rumah mereka tidak terdengar suara tangis bayi yang mampu memberikan kedamaian hidup, memperkokoh tali ikatan pernikahan, memelihara keutuhan rumah tangga, memberikan motivasi untuk berprestasi serta menjadi penghibur di kala duka.

Mereka merasa was-was karena terbayang, di hari tua nanti tidak ada anak-anak yang dengan tulus ikhlas merawat mereka. Oleh karena itu, secara fitrah setiap pasangan suami istri, mendambakan kelahiran anak.

Allah Swt memberikan ilustrasi tentang kebahagiaan pasangan suami istri karena dikaruniai anak dalam surat al-A’raf (7) ayat 189 :

۞ هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ اِلَيْهَاۚ فَلَمَّا تَغَشّٰىهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيْفًا فَمَرَّتْ بِهٖ ۚفَلَمَّآ اَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا لَىِٕنْ اٰتَيْتَنَا صَالِحًا لَّنَكُوْنَنَّ مِنَ الشّٰكِرِيْنَ

Artinya  : “Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia menjadikan pasangannya agar dia cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Kemudian, setelah ia mencampurinya, dia (istrinya) mengandung dengan ringan. Maka, ia pun melewatinya dengan mudah. Kemudian, ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) memohon kepada Allah, Tuhan mereka, “sungguh, jika Engkau memberi kami anak yang saleh, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Sebagai bayi yang normal, kehadiran seorang bayi ditandai dengan teriakan tangisannya yang oleh orang tua, sanak famili, dan handai tolan terasa merdu di telinga. Mereka bahkan tertawa melihat si bayi yang terus menangis itu.

Setiap bayi yang baru lahir harus diperlakukan sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, yakni dikumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kirinya. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh imam Al Baihaki dari sahabat Abdullah Ibn Abbas RA:

Baca Juga  A Vindication of The Right of Woman: Relevansinya dengan Perempuan Era Sekarang

Artinya : “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri Hasan bin Ali pada hari kelahirannya”.

Di antara hikmah dan manfaat mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, adalah untuk mengusir setan yang selalu berusaha menggoda manusia sejak dilahirkan. Di samping itu, dimaksudkan agar suara yang pertama kali terekam ke dalam pendengaran bayi yang baru lahir adalah kalimat-kalimat yang menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah, yakni kalimat-kalimat yang menunjukkan persaksian tidak ada tuhan selain Allah Swt dan bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah Swt, serta kalimat-kalimat yang mengajak untuk beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa agama sang bayi.

Pada hari ketujuh kelahiran anak, orang tua menyelenggarakan acara walimah al-tasmiyah (upacara atau selamatan pemberian nama) sekaligus mengakikahkan anak dengan menyembelih kambing yang dibagi-bagikan kepada para tetangga dan sanak famili dalam keadaan matang. Hal ini sunah dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan anak kepada mereka.

Acara walimah al-tasmiyah sekaligus akikah, merupakan sebagian dari ajaran agama Islam yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Islam, khususnya di Indonesia. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh ashab as-sunan (Imam Abu Dawud, Al-Tirmizi, An-Nasai dan Ibnu Majah). Dari sahabat Samurah RA:

Artinya : “Setiap anak tergadai oleh aqiqah yang disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, diberi nama dan dipotong rambutnya”.

Bagi orang tua, anak adalah amanat dari Allah Swt. Ia berhak hidup sejahtera dan bahagia lahir dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban memelihara kesehatan dan pertumbuhan fisik, mengembangkan bakat dan kemampuan serta membimbing rohani anak sesuai dengan ajaran Islam, menurut Islam, kewajiban orang tua terhadap anak, antara lain adalah:

Pertama, memberikan nama yang baik. Orang tua yang saleh akan memberikan nama yang baik kepada anak anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Karena nama yang diberikan oleh orang tua sering kali anak menentukan kehormatan anaknya. Para psikolog modern, akhir-akhir ini menyadari betapa pentingnya nama dalam pembentukan konsep diri.

Karena secara tidak sadar, manusia terdorong untuk memenuhi citra atau gambaran yang terkandung dalam namanya. Teori labelling (penamaan) menjelaskan, bahwa seseorang sangat besar kemungkinannya menjadi jahat, karena masyarakat terlanjur menamainya sebagai penjahat, sebaliknya, seseorang akan berusaha menjadi pemurah jika ia diberi gelar sebagai pemurah.

Selain memberikan nama yang baik, agama Islam mengajarkan kepada orang tua agar memberikan nama kepada anak-anaknya dengan nama yang menampakkan identitas Islam. Seperti nama Muhammad, Ali, Abdullah dan lain sebagainya.

Baca Juga  Intelektual Jalan Ketiga dan Kekuasaan

Kedua, memberikan kasih sayang yang tulus. Orang tua yang saleh akan memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-anaknya. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Kekurangan kasih sayang dapat menghambat aktualisasi potensi kecerdasan anak sehingga menyebabkan anak sulit belajar bahkan anak anak yang kurang kasih sayang akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa  (ayah atau ibu) yang tidak mampu menyayangi anak-anaknya.

Ketiga, memperlakukan anak-anak dengan adil. Orang tua yang saleh akan memperlakukan anak-anaknya dengan adil, tanpa membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Perlakuan yang adil harus tercermin dalam seluruh sikap dan perilaku orang tua terhadap anak-anaknya, baik dalam memberikan kasih sayang, memberikan nafkah, maupun dalam memberikan kesempatan meraih cita-cita dan prestasi.

Islam adalah agama yang memberikan hak-hak yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Jika orang tua tidak berlaku adil kepada anak-anaknya, maka perasaan mereka akan sakit sehingga dalam diri mereka akan tumbuh dan berkembang sifat iri hati (hasad), kebencian dan bahkan permusuhan antara satu dengan lainnya.

Keempat, menanamkan ajaran agama Islam sejak usia dini. Orang tua yang saleh akan mulai menanamkan ajaran agama Islam kepada anak-anaknya sejak usia dini, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang saleh dan salehah serta mampu menjadi penenang jiwa dan penyejuk mata bagi kedua orang tuanya. Ajaran-ajaran Islam yang wajib ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan adalah meliputi ajaran tentang akidah, syariah, dan akhlak.[]

Ilustrasi: hukumonline.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *